Dahulu kala, sebelum menikah, finansial merupakan bahasan pemicu berantem. Bukan, bukan karena adanya kekurangan, melainkan karena cara menyusun pencatatan yang berbeda antara aku dengan mas pandu.
Mas Pandu ingin aku mengandaikan jika nanti di Bandung, maka akan pergi kemana saja? Akan bekerja di area mana saja? Dsb. Menurut mas Pandu, dengan cara itu, kita bisa mencapai bottom up, budget yang sesuai dengan kebutuhan, bukan keinginan.
Tapi bagi saya, astaghfirullahal’adzim ya, susahnya setengah mati. Karena saya paling tidak bisa mengandai-andai, dan posisi saya masih di Salatiga, dengan kegiatan yang tidak tetap di Bandung. Saya tidak akan secara rutin pergi ke satu wilayah, bisa saja hari ini berdiam diri di rumah, esoknya jalan-jalan. Jadi saya tidak sanggup untuk menuliskan budgeting sesuai dengan yang mas Pandu mau, karena saya tahu, hasilnya pasti akan sangat jauh dari realita, dan akan menjadi pemicu pertengkaran berikutnya: kenapa gede banget kebutuhannya?
Selama ini, saya selalu memakai cara yang sama: jalani dulu selama sebulan, yang penting dicatat, dari situ baru diotak atik.
Akhirnya kami mencapai sebuah kesepakatan…..